Posted by goresan refleksi on Friday, July 10, 2020 in Teknologi Sains | No comments
Tahun 2020 diawali dengan kasus tersebarnya
virus baru yang dinamai dengan SARS –CoV-2 dan penyakit tersebut dinakamakan
coronavirus diases 2019 (covid-19). Virus ini ditemukan pertama kali di
provinsi Wuhan, Tiongkok (data WHO) (PDPI, 2020). COVID-19 pertama dilaporkan
di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah dua kasus (WHO, 2020) Data 31
Maret 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi berjumlah 1.528 kasus dan 136
kasus kematian (Kemenkes, 2020) Tingkat mortalitas COVID-19 di Indonesia
sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara.5,11 (WHO,
2020). Per 30 Maret 2020, terdapat 693.224 kasus dan 33.106 kematian di seluruh
dunia. Eropa dan Amerika Utara telah menjadi pusat pandemi COVID-19, dengan
kasus dan kematian sudah melampaui China. Amerika Serikat menduduki peringkat
pertama dengan kasus COVID-19 terbanyak dengan penambahan kasus baru sebanyak
19.332 kasus pada tanggal 30 Maret 2020 disusul oleh Spanyol dengan 6.549 kasus
baru. Italia memiliki tingkat mortalitas paling tinggi di dunia, yaitu 11,3%. (Huang,
2019)
Penularan COVID-19 melalui banyak cara
yaitu melalui tetesan air liur (droplets) atau muntah (fomites), dalam kontak
dekat tanpa pelindung. Transmisi virus corona atau COVID-19 terjadi antara yang
telah terinfeksi dengan orang tanpa patogen penyakit. Penyebaran virus corona COVID-19 lewat dudukan toilet, pegangan
pintu kamar mandi, dan wastafel (fecal shedding) terjadi pada beberapa pasien.
Namun penyebaran virus corona atau COVID-19 atau COVID-19 dengan fecal
shedding, hingga kini bukan menjadi upaya tranmisi utama (WHO, 2020).
Droplets menjadi salah satu penyebaran
yang sangat mudah menularkan. Sehingga diperlukan studi lebih lanjut mengenai
perhitungan droplet dalam kaitannya untuk COVID-19. Maka dari itu, dalam
artikel ini akan dibahas perhitugan droplet melalui fisika kuantum sebagai
peran serta fisika dalam menangani COVID-19
SARS-CoV-2 menular terutama melalui
droplet. Alat pelindung diri (APD) merupakan salah satu metode efektif
pencegahan penularan selama penggunannya rasional. Komponen APD terdiri atas sarung
tangan, masker wajah, kacamata pelindung atau face shield, dan gaun nonsteril
lengan panjang. Alat pelindung diri akan efektif jika didukung dengan kontrol
administratif dan kontrol lingkungan dan teknik. .(WHO, 2020c)Penggunaan APD
secara rasional dinilai berdasarkan risiko pajanan dan dinamika transmisi dari
patogen. Pada kondisi berinteraksi dengan pasien tanpa gejala pernapasan, tidak
diperlukan APD. Jika pasien memiliki gejala pernapasan, jaga jarak minimal satu
meter dan pasien dipakaikan masker. Tenaga medis disarankan menggunakan APD
lengkap.(WHO, 2020b)Alat seperti stetoskop, thermometer, dan spigmomanometer
sebaiknya disediakan khusus untuk satu pasien. Bila akan digunakan untuk pasien
lain bersihkan dan desinfeksi dengan alcohol 70%.126 World Health Organization
tidak merekomendasikan penggunaan APD pada masyarakat umum yang tidak ada
gejala demam, batuk, atau sesak. (WHO, 2020)
Berdasarkan rekomendasi CDC, petugas
kesehatan yang merawat pasien yang terkonfirmasi atau diduga COVID-19 dapat
menggunakan masker N95 standar. (WHO, 2020e) Masker N95 juga digunakan ketika
melakukan prosedur yang dapat menghasilkan aerosol, misalnya intubasi,
ventilasi, resusitasi jantung-paru, nebulisasi, dan bronkoskopi. .(WHO, 2020d) Masker N95 dapat menyaring 95% partikel ukuran
300 nm meskipun penyaringan ini masih lebih besar dibandingkan ukuran
SARS-CoV-2 (120-160 nm). (CDCP, 2020) Studi retrospektif di China menemukan tidak
ada dari 278 staf divisi infeksi, ICU, dan respirologi yang tertular infeksi
SARS-CoV-2 (rutin memakai N95 dan cuci tangan). Sementara itu, terdapat 10 dari
213 staf di departemen bedah yang tertular SARS-CoV-2 karena di awal wabah
dianggap berisiko rendah dan tidak memakai masker apapun dalam melakukan pelayanan.
(WHO, 2020e) Saat ini, tidak ada penelitian yang spesifik meneliti efikasi
masker N95 dibandingkan masker bedah untuk perlindungan dari infeksi
SARS-CoV-2. Meta-analisis oleh Offeddu, dkk, tahun 2013 pada melaporkan bahwa
masker N95 memberikan proteksi lebih baik terhadap penyakit respirasi klinis
dan infeksi bakteri tetapi tidak ada perbedaan bermakna pada infeksi virus atau
influenzalike illness (Radonovich dkk, 2019) tidak menemukan adanya perbedaan
bermakna kejadian influenza antara kelompok yang menggunakan masker N95 dan
masker bedah. Meta analisis Long Y, dkk tahun 2020 juga mendapatkan hal yang
serupa.
Penggunaan masker dapat menecegah penyebaran
droplet manusia. Single
droplet adalah tetesan tunggal air yang bertumbukan pada suatu permukaan dengan
memiliki tujuan tertentu. Sayangnya kejadian ini berlangsung dengan sangat
cepat sehingga sulit untuk diamati dengan kasat mata sehingga diperlukan metode
khusus untuk mengamatinya. Proses fisik antarmuka dari dua fluida terjadi pada
skala waktu dan jarak yang kecil dimana peralatan eksperimen tidak mampu
sepenuhnya mengamati fenomena ini. Selain itu, kurangnya akses terhadap bidang
kecepatan dan tekanan, hasil percobaan terbatas terutama pada hasil kualitatif,
seperti mode pecah atau breakup. Untuk studi analitis, banyaknya perkiraan dan
asumsi yang diperlukan dan itu tidak efektif dalam mewakili kompleksitas dan
pergerakan tak tunak atau unsteady dari droplet (Shao, 2011). Sampai saat ini
simulasi numerik masih menjadi metode yang umum dan mungkin merupakan cara
terbaik untuk mengetahui secara mendalam mengenai fenomena antar muka aliran
multi-fase (Ashgriz, 2011)
Salah
satu metode untuk mengamati pergerakan droplet adalah dengan simulasi numerik
menggunakan metode front-tracking. Metode front-tracking adalah salah satu
metode untuk melacak antarmuka (interface) antara droplet dan fluida yang
berkontak yang didasarkan dengan membentuk persamaan yang mengikuti letak
antarmuka dari posisi terjadinya lonjakan densitas (density jump). Metode ini
memiliki tingkat akurasi lebih tinggi dibandingkan dengan metode lainnya di
dalam melacak antarmuka dengan tetap menjaga sifat kekekalan massa dan
momentum. Penelitian ini merupakan langkah awal memodelkan pergerakan single
droplet yang menumbuk permukaan.
Metode
front-tracking dikembangkan pertama kali oleh Unverdi dan (Tryggvason& Tryggvason,
1992) untuk melacak antarmuka pemisah fluida yang berkontak dengam metode beda
hingga. Penyelesaian persamaan atur dilakukan secara eksplisit. Untuk kasus
dengan viskositas dan tegangan permukaan yang tinggi, resolusi minimal yang
digunakan untuk fenomena single bubble 3 dimensi yaitu dengan ukuran grid 163.
Untuk beberapa bubble, dapat dilakukan dengan grid 643 dan 1283 dan seterusnya.
Tryggvason
dkk tahun 2001 melakukan simulasi numerik untuk beberapa aplikasi multi-fase
dengan metode front-tracking dengan skema eksplisit. Hasilnya bahwa metode
front-tracking skema eksplisit tidak hanya mengurangi error yang terkait dengan
adveksi dari fungsi Marker dan perhitungan tegangan permukaan, tetapi
fleksibelitas metode tracking penting untuk aplikasi kasus dimana fisika
antarmuka kompleks harus diperhitungkan. Tryggvason (Tryggvason, 2012) memodelkan
fenomena single droplet yang menumbuk permukaan dengan menggunakan metode
volume hingga. Letak antarmuka pemisah dilacak dengan metode front-tracking.
Penyelesaian persamaan atur dilakukan dengan skema eksplisit. Saat droplet
menumbuk permukaan terjadi fenomena spreading, recoiling dan bouncing up.
Simulasi numerik metode ini mampu dengan baik memodelkan fenomena droplet
menumbuk permukaan.
Penelitian
ini bertujuan untuk memodelkan fenomena single droplet menggunakan metode
volume hingga skema implisit. Letak antarmuka fluida yang berkontak dilacak
dengan metode front-tracking. Suku kecepatan dari persamaan Navier-Stokes
diselesaikan secara implisit metode fractional step. Suku tekanan diselesaikan
menggunakan metode line successive over-relaxtation (LSOR).
0 komentar:
Post a Comment